Salah satu kerajaan Hindu yang sangat berpengaruh dalam perkembangan sejarah Indonesia adalah kerajaan Singasari. Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok yang sekaligus menjadi raja pertama kerajaan tersebut. Kerajaan Singasari diyakini beribukota di wilayah Malang saat ini.
Meskipun sudah runtuh ratusan tahun yang lalu, peninggalan Kerajaan Singasari sampai saat ini masih banyak ditemukan. Peninggalan-peninggalan tersebut pun beragam, mulai dari candi sampai dengan prasasti. Berikut adalah daftar beberapa peninggalan Kerajaan Singasari yang masih tersisa sampai sekarang.
1, Arca Joko Dolog.
Arca Joko Dolog merupakan salah satu cagar budaya yang ada di Surabaya. Arca ini melambangkan perwujudan Raja Singhasari terakhir, Kertanagara. Adapun bentuk dan gestur yang menjadi karakteristik arca tersebut, merujuk kepada ciri-ciri Buddha Aksobhya.
Arca Joko Dolog dipahat oleh seseorang yang bernama Nada, dan pembuatannya dilakukan sekitar 3 tahun sebelum Raja Kertanegara meninggal karena dibunuh oleh tentara Jayakatwang adipati Gelang-gelang yang memberontak pada Singasari. Arca Joko Dolog memiliki panjang 166 cm, lebar 138 cm, serta tebal 105 cm. Arca Joko Dolog digambarkan dengan kepala gundul, serta dibuat dengan posisi duduk dan bersikap Bhumisparsa mudra, yang melambangkan memanggil bumi sebagai saksi, dimana tangan kiri berada di atas pangkuan, sedangkan tangan kanan menelungkup di atas lutut.
2, Arca Amoghapasa.
Arca Amoghapasa adalah patung batu paduka Amoghapāśa sebagai salah satu perwujudan Lokeswara sebagaimana disebut pada prasasti Padang Roco. Patung ini merupakan hadiah dari Kertanagara raja Singhasari kepada Tribhuwanaraja raja Melayu di Dharmasraya pada tahun 1286 Masehi. Pada bagian alas arca ini terdapat tulisan yang disebut prasasti Padang Roco, yang menjelaskan penghadiahan arca ini. Berita pengiriman arca Amoghapasa ini tertulis pada alas arca bertanggal 22 Agustus 1286. Sedangkan pada bagian belakang arca terdapat tulisan yang disebut dengan prasasti Amoghapasa bertarikh 1346 Masehi.
3, Candi Jago.
Nama Candi Jago sebenarnya berasal dari kata Jajaghu, yang didirikan pada masa Kerajaan Singhasari pada abad ke-13 sebagai penghormatan bagi Raja ketiga Singhasari, yaitu Wisnuwardhana. Jajaghu, yang artinya adalah keagungan, merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut tempat suci. Candi ini berlokasi di Dusun Jago, sekitar 22 km dari Kota Malang. Walaupun dibangun pada masa pemerintahan Kerajaan Singasari, disebutkan dalam kedua kitab tersebut, bahwa Candi Jago selama tahun 1359 Masehi merupakan salah satu tempat yang sering dikunjungi Raja Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit. Keterkaitan Candi Jago dengan Kerajaan Singasari terlihat juga dari pahatan teratai, yang menjulur ke atas dari bonggolnya, yang menghiasi tatakan arca-arcanya. Motif teratai semacam itu sangat populer pada masa Kerajaan Singasari.
4, Candi Singasari.
Candi Singasari merupakan candi Hindu Buddha peninggalan bersejarah dari Kerajaan Singasari yang berlokasi di Kelurahan Candirenggo, Kecamatan Singosari, sekitar 10 km dari Kota Malang. Candi ini merupakan tempat pendharmaan bagi raja Singhasari terakhir, Kertanegara, yang meninggal pada tahun 1292. Candi ini berada pada lembah di antara Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuno pada ketinggian 512 meter di atas permukaan laut.
Cara pembuatan Candi Singasari ini menggunakan sistem menumpuk batu andesit hingga ketinggian tertentu, selanjutnya diteruskan dengan mengukir dari atas baru turun ke bawah.
5, Candi Sumberawan.
Candi Sumberawan merupakan salah satu candi yang memiliki bentuk yang sangat unik, yaitu hanya berupa sebuah stupa, berlokasi di Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi Singosari. Candi ini merupakan peninggalan Kerajaan Singhasari dan digunakan oleh umat Buddha pada masa itu. Candi ini dibuat dari batu andesit dengan ukuran panjang 6,25 meter, lebar 6,25 meter, dan tinggi 5,23 meter, dibangun pada ketinggian 650 meter di atas permukaan laut, di kaki bukit Gunung Arjuna. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah karena terletak di dekat sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi nama Candi Rawan.
6, Candi Jawi.
Candi Jawi adalah candi yang dibangun sekitar abad ke-13, dan merupakan peninggalan bersejarah Hindu-Buddha Kerajaan Singhasari yang terletak di kaki Gunung Welirang, tepatnya di Desa Candi Wates, Prigen, Pasuruan, Jawa Timur, sekitar 3 kilometer dari pusat kota Pandaan.
Candi ini terletak di pertengahan jalan raya antara Kecamatan Pandaan, Kecamatan Prigen dan Pringebukan. Candi Jawi banyak dikira sebagai tempat pemujaan atau tempat peribadatan Buddha, tetapi sebenarnya merupakan tempat pendharmaan atau penyimpanan abu dari raja terakhir Singhasari, Kertanegara. Sebagian dari abu tersebut juga disimpan pada Candi Singhasari. Kedua candi ini ada hubungannya dengan Candi Jago yang merupakan tempat peribadatan Raja Kertanegara.
7, Prasasti Padang Roco.
Prasasti Padang Roco adalah sebuah prasasti yang ditemukan pada tahun 1911, di hulu sungai Batanghari, kompleks percandian Padangroco, nagari Siguntur, Sumatra Barat. Prasasti ini merupakan sebuah alas arca Amoghapasa yang pada empat sisinya terdapat manuskrip. Prasasti ini dipahatkan 4 baris tulisan dengan aksara Kawi dan memakai dua bahasa. Prasasti ini kini disimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta. Prasasti ini berangka tahun 1208 Saka atau 1286 Masehi, yang merupakan hadiah dari raja singasari di Jawa untuk rakyat dan Raja Kerajaan Melayu Dharmasraya di Sumatra.
8, Prasasti Wurare.
Prasasti Wurare adalah sebuah prasasti yang isinya memperingati penobatan arca Mahaksobhya di sebuah tempat bernama Wurare. Prasasti ditulis dalam bahasa Sansekerta menggunakan aksara Jawa Kuno dan bertarikh 1211 Saka, atau 21 November 1289. Arca Buddhis yang oleh masyarakat juga disebut Joko Dholog tersebut sebagai penghormatan dan perlambang bagi Raja Kertanegara dari kerajaan Singhasari, yang dianggap oleh keturunannya telah mencapai derajat Jina. Tulisan prasasti terletak di alas arca tersebut, yang ditulis melingkari bagian sampingnya. Prasasti berbentuk sajak 19 bait, yang di antaranya menceritakan tentang seorang pendeta sakti bernama Arrya Bharad, yang membelah tanah Jawa menjadi dua kerajaan dengan air ajaib dari kendinya, sehingga masing-masing belahan menjadi Janggala dan Pangjalu. Pembelahan dilakukan untuk menghindari perang saudara antara dua pangeran yang ingin berperang memperebutkan kekuasaan.
Arca mulanya ditemukan di daerah Kandang Gajak yang termasuk dalam wilayah desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Pada tahun 1817, arca dipindahkan ke Surabaya, dan saat ini terdapat di Taman Apsari, dekat pusat Kota Surabaya, Jawa Timur.